Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) tengah mengupayakan jalur hukum dalam bentuk gugatan terhadap 18 perusahaan yang mengakibatkan kebakaran hutan dan lahan di 20 desa pada lima Kabupaten di Provinsi Jambi, Sumatera.
Musri Nauli, Direktur Eksekutif Walhi Jambi, mengatakan, nantinya gugatan tersebut akan diajukan oleh 100 orang warga terhadap lima grup perusahaan besar Hutan Tanaman Industri (HTI) yang terdiri dari grup Asia Pulp and Paper (APP) dan Barito Pasific Grup. Sedangkan perusahaan besar swasta (PBS) sawit terdiri dari perusahaan Golden Agri Resources (GAR) dan Sime Darby serta tiga perusahaan penyuplai milik Wilmar Indonesia yaitu PT Bukit Bintang Sawit (BBS), PT Bara Eka Prima (BEP) dan PT Wana Sepojen Indah (WSI).
“Nantinya akan diajukan gugatan berbentuk class action dengan tuntutan ganti rugi sebesar 5000 sampai 6000 triliun rupiah, itu kalau kita mengikuti kasus PT Kalista Alam dan Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 13 Tahun 2011 tentang Ganti Kerugian Akibat Pencemaran Dan/Atau Kerusakan Lingkungan Hidup,” ujar Nauli di kantor Walhi, Jakarta, Jumat (22/01).
Musri Nauli, Direktur Eksekutif Walhi Jambi. |
Zenzi Suhaedi, Manajer Kampanye Hutan dan Perkebunan Skala Besar Walhi Nasional, mengatakan kalau pola kebakaran atau modus operandi para pembakar lahan yang berhubungan dengan korporasi dilakukan dalam banyak bentuk. Seperti kebakaran dalam kawasan hutan, kebakaran dalam konsesi, kebakaran dalam wilayah penguasaan ilegal korporasi dan kebakaran yang merambat ke wilayah budidaya masyarakat dan api tersebut berasal dari wilayah konsesi ilegal milik perusahaan.
Amron, Sekretaris Jendral (Sekjen) Jaringan Masyarakat Gambut Jambi (JMGJ) menuturkan, hasil investigasi JMGJ di Kecamatan Kumpeh, Kabupaten Muarojambi, Provinsi Jambi menyatakan sebanyak lima perusahaan yang terdeteksi mengalami kebakaran hutan tahun 2015 lalu merupakan perusahaan yang melakukan perampasan lahan terhadap wilayah masyarakat desa.
PT Bukit Bintang Sawit (BBS), katanya, adalah salah satu perusahaan yang memiliki konflik dengan Desa Seponjen, Desa Sogo dan Kelurahan Tanjung. Sedangkan PT Wana Sepojen Indah (WSI) berkonflik dengan Desa Sungai Bungur. Lalu PT Bara Eka Prima (BEP) dijelaskannya telah merampas tanah masyarakat desa Pematang Saman dan Betung. PT Riki Kurniawan Kerta Persada (RKKP) pun berkonflik dengan masyarakat Desa Puding. Selanjutnya, PT Putra Duta Indowood (PDI) yang merupakan perusahaan yang mengantongi izin Hak Pengelolaan Hutan (HPH) berkonflik dengan desa Pematang Raman.
“Seperti PTBBS. Mereka masuk tahun 2007 dan ingin bermitra dengan masyarakat Seponjen. Begitu izin keluar dari Bupati, mereka ingkar,” tandasnya.
Sumber : Greeners.co