TEMPO.CO, Jambi – Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Jambi Musri Nauli menilai upaya penegakan hukum terhadap kasus kebakaran hutan dan lahan di daerah itu mengecewakan. “Bisa dikatakan jalan di tempat,” katanya kepada Tempo, Ahad, 3 April 2016
Menurut Musri, penanganan oleh Kepolisian Daerah Jambi sudah berjalan lebih dari enam bulan. Namun hingga saat ini belum satupun pemilik perusahaan yang diseret ke pengadilan. Bahkan dari 14 perusahaan yang dilaporkan oleh Walhi kepada Polda Jambi, karena membuka lahan perkebunan dengan cara membakar, baru tiga yang dilimpahkan berkas perkaranya ke kejaksaan. “Kami mempertanyakan keseriusan aparat penegak hukum, kenapa terkesan setengah hati,” ujarnya.
Ilustrasi Kebakaran Hutan. (ilustrasi: kendra paramita, rizal zulfadli) |
Hal senada dikemukakan oleh Manejer Komunikasi Komunitas Konservasi Indonesia, Warsi, Rudi Syaf. Dia mengatakan, sebelumnya beberapa pihak terkait sudah menandatangani nota kesepahaman, yang intinya bersungguh-sungguh melakukan penegakan hukum terhadap kasus kebakaran hutan dan lahan.
Pihak-pihak yang menandatangani nota kesepahaman, antara lain, kepolisian, TNI, pemerintah daerah, kejaksaan dan pengadilan. “Kami juga mempertanyakan keseriusan pihak-pihak tersebut, terutama penegak hukum,” ucapnya.
Rudi mengakui tidak mudah mendapatkan alat bukti yang cukup untuk membawa para pelaku pembakaran hutan dan lahan ke raha pidana. Namun, tidak serta merta dijadikan dalih oleh penegak hukum untuk tidak menseriusinya.
Rudi mengatakan, selain secara pidana, pelaku pembakaran hutan dan lahan bisa diperkarakan secara perdata. Kejaksaan bisa bertindak sebagai pengacara negara sesuai ketentuan yang berlaku. “Bukti yang ditemukan di dalam areal perusahaan yang terjadi kebakaran, bisa dijadikan dasar menggugatnya secara perdata dengan meminta pertanggungjawabnnya berupa pembayaran denda,” katanya
Beradasarkan perhitungan Institut Pertanian Bogor bersama Warsi, setiap hektare lahan yang terbakar menimbulkan kerugian materil mencapai Rp 707 juta. Sedangakn data Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup, hutan dan lahan yang terbakar pada 2015 mencapai lebih dari 100 ribu hektare. “Jadi, total kerugian secara materiil mencapai Rp 70,7 triliun,” ucap Rudi.
Asisten Tindak Pidana Umum Kejaksaan Tinggi Jambi Yusuf menjelaskan hingga pekan lalu baru menerima tiga berkas perkara dengan tiga tersangka. Pembakaran melibatkan korporasi. Tiga berkas perkara itu dilimpahkan Kepolisian Daerah Jambi.
Yusuf menjelaskan, dari tiga berkas tersebut baru satu berkas yang dinyatakan lengkap alias P-21. “Dua berkas lainnya kita kembalikan untuk dilengkapi,” tuturnya ketika dimintai konfirmasi olehTempo, Minggu, 3 April 2016.
Berkas perkara yang lengkap itu atas nama tersangka Dermawan Eka Setia Pulungan selaku Estate Manager PT Agro Tumbuh Gemilang Abadi. Perusahaan itu membukan lahan perkebunan kelapa sawit yang beroperasi di Kabupaten Muarojambi.
Adapun dua berkas lain atas nama Munadi sebagai Head of Operation PT Ricky Kurniawan Kertapersada, dan Iwan Worang yang menjabat Direktur Utama PT Dyera Hutan Lestari. “Kami berharap bisa secepatnya membawa kasus-kasus pembakaran hutan dan lahan ke pengadilan,” ucap Yusuf.
Juru bicara Poldan Jambi Ajun Komisaris Besar Kuswahyudi Tresnadi menjelaskan tiga perusasahaan itu diduga membuka lahan dengan cara membakar sehingga berkonstribusi mengakibatkan kabut asap pada 2015 lalu. “Penyidik Polda sempat mengalami keterlambatan memproses kasus-kasus itu karena belum mendapat keterangan dari saksi ahli dari Institut Pertanian Bogor,” katanya.
SYAIPUL BAKHORI : https://nasional.tempo.co/read/news/2016/04/03/058759406/walhi-pengusutan-kasus-kebakaran-hutan-di-jambi-mandek