Jambi, 7 Februari 2024 – Kajian Wahana Lingkungan Hidup Provinsi Jambi (Walhi Jambi) dan Trend Asia menegaskan pentingnya pembatalan rencana pengembangan PLTU mulut tambang, khususnya PLTU Mulut Tambang 1 dan 2 di Jambi, yang dipandang berpotensi merusak lingkungan dan merugikan masyarakat. Pengembangan batubara tidak diperlukan mengingat ketersediaan listrik jaringan Sumatera telah oversupply, dan pengembangan lebih jauh akan semakin mempersulit pengembangan energi terbarukan yang menjadi prioritas publik. Apalagi, pembangkit-pembangkit yang sudah ada di Jambi juga sudah mendapat penolakan oleh publik terdampak.
Pada Maret 2014, PLN berniat membangun pembangkit listrik tenaga batubara berkapasitas 800 MW di Provinsi Jambi, yang diproyeksikan mulai beroperasi pada tahun 2019 dan 2020. Namun dalam Rencana
Jangka Panjang 2016-2025, besaran proyek diubah menjadi 2×600 MW. Selanjutnya, dalam Rencana
Jangka Panjang 2017-2026, proyek tersebut dibagi menjadi dua proyek yaitu PLTU MT Jambi-1 (2×300 MW) dan PLTU MT Jambi-2 (2×300 MW). Konsep PLTU mulut tambang didorong untuk memanfaatkan cadangan batubara berkalori rendah yang tersedia secara lokal.
“Semakin rendah kualitas batubara, semakin sedikit panas yang dihasilkan. Karena itu PLTU mulut tambang akan membutuhkan pasokan 1,5 hingga dua kali jumlah batubara dibanding PLTU non-mulut tambang. Hal ini yang membuat pengusaha tambang berbondong-bondong membidik PLTU MT. Padahal listrik sudah oversupply dan PLTU yang sudah ada menimbulkan kerusakan lingkungan dan mengganggu warga. Siapa yang diuntungkan oleh pembangunan ini? Tentu sesungguhnya hanya pengusaha. Apapun jenisnya PLTU, semua berbahaya,” ujar Zakki Amali, Manajer Riset Trend Asia.
Provinsi Jambi yang tergabung dalam jaringan Sumatera saat ini sudah kelebihan pasokan (oversupply) hingga 34%. Angka ini dapat tumbuh menjadi 52.2% per 2025 dan bertahan di atas 39% per 2030 jika pembangunan-pembangunan PLTU diteruskan. Kelebihan pasokan ini membuat PLN merugi dalam skema take-or-pay dan mempersulit energi terbarukan untuk masuk. Kondisi ini akan diperburuk oleh pembangunan pembangkit batubara seperti PLTU MT Jambi 1 dan 2.
Pembangunan PLTU MT juga akan menimbulkan ancaman bencana ekologis. Dari dokumen AMDAL, PLTU MT Jambi 1 akan membutuhkan air sebanyak 36.000 m³ yang akan diambil dari aliran sungai Desa Pemusiran[1]. Hal ini berpotensi menimbulkan krisis air pada masyarakat. Sungai Sekamis, Sungai Selempado, dan berbagai sungai lain juga berpotensi tercemar akibat aktivitas pertambangan batubara dan pengoperasian PLTU. Polusi udara dari PLTU akan mengancam Desa Pemusiran dan Desa Lubuk Napal, yang sudah terganggu oleh debu pertambangan.
Dari segi pendanaan, PLTU MT Jambi 1 dan 2 juga tengah berada dalam ketidakpastian. Seiring dengan komitmen mencegah perubahan iklim, investor kehilangan semakin kehilangan minat mendanai proyek kotor seperti energi batubara. China Huadian, misalnya, dikabarkan mundur dari pembangunan PLTU MT Jambi 2. Sengkarut ketidakjelasan pendanaan ini membuat proyek ini mandek. Meski PLTU MT Jambi 1 dan 2 direncanakan beroperasi pada 2026 dan 2027, hingga kini konstruksi masih mangkrak.
“Saya rasa ini proyek yang sangat tidak masuk akal jika ada yang mau mendanai. Dalam rencana saja mereka sudah berniat untuk tetap menggunakan bahan baku batubara, sehingga kedepannya akan menjadi proyek yang bermasalah. Sumatera sudah terlalu banyak pembangkit baseload, sehingga manfaat PLTU MT Jambi 1 dan 2 untuk penyediaan tenaga listrik sangat rendah, apalagi Indonesia juga sudah komitmen untuk meninggalkan PLTU Batubara,” ujar Abdullah, Direktur Eksekutif WALHI Jambi.
“Kita juga sangat berharap bahwa lembaga-lembaga pendana internasional memegang komitmennya untuk tidak lagi mendanai PLTU. Termasuk untuk negara-negara seperti China, Jepang dan Korea Selatan yang baru-baru ini berkomitmen untuk menghentikan seluruh investasi PLTU,” pungkasnya.
Berdasarkan semua penjabaran di atas, Walhi Jambi dan Trend Asia merekomendasikan pemerintah untuk membatalkan pembangunan PLTU MT Jambi 1 & 2 serta mengeluarkannya dari RUPTL (Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik). Selain itu, segala institusi keuangan juga perlu segera berhenti mendanai proyek energi kotor seperti PLTU MT ini. Pemerintah pusat dan daerah perlu mendorong potensi energi ramah lingkungan dan berkelanjutan di Jambi.
*Laporan kajian bersama dapat diakses pada website Trend Asia dan Walhi Jambi
Narahubung :
Abdullah – Direktur Eksekutif WALHI Jambi (0811 7454 744)
Firman Imaduddin – Pengkampanye Media Trend Asia (0813 8644 0901)
[1] https://kilasjambi.com/ancaman-energi-kotor-pltu-mulut-tambang-jambi-1/