Menuju hari H peringatan momentum hari bumi, Ed WALHI Jambi bersama seluruh lembaga Komponen WALHI Jambi, melakukan serangkaian diskusi. Putaran diskusi pertama yang difasilitasi oleh INSPERA, sudah dimulai di Kantor WALHI Jambi, Senin (16/4/2018).
Pertemuan yang mengangkat tema “Ketimpangan Pengelolaan Sumber Daya Alam” ini, guna memersatukan cara pandang seluruh komponen WALHI Jambi terhadap euporia peringatan hari bumi.
Diskusi diawali pengantar oleh Ipang, dari INSPERA. Dia memaparkan bahwa ketika kita berbicara hari bumi maka kita harus menarik ke sejarah lahirnya peringatan hari bumi. Yang mana, pada tahun 70 an terjadi gerakan masif mengkampanyekan problem bumi di Amerika.
Melihat problem bumi memang harus terstruktural. Karena banyak esensi memperingati hari bumi di dunia saat ini yang melenceng dari esensi sesungguhnya. Jika berbicara problem bumi, maka yang utama perlu diselamatkan itu manusianya.
Hal ini lantas tidak semerta-merta dengan kita mematikan lampu selama beberapa jam atau menggunakan kaos bertuliskan selamatkan bumi, lalu kita seakan sudah melakukan upaya besar menyelamatkan bumi.
Sederhananya, problem utama bumi saat ini bukan pada pemborosan listrik yang dilakukan setiap orang. Melainkan pemborosan yang dilakukan untuk kerakusan segelintir orang, seperti monopoli lahan untuk perkebunan besar dan membangun pabrik-pabrik.
Ketimpangan pengelolaan lahan telah mengakibatkan banyak sekali kerusakan-kerusakan lingkungan di muka bumi. Salah satu contohnya saja pada tahun 2015, kebakaran hutan dan lahan yang mayoritas pelakunya adalah para pemegang izin konsesi, malah melahirkan kebijakan yang membuat semua orang harus bertanggung jawab.
Padahal, tradisi petani membuka lahan dengan merun (kearifan lokal menyiapkan lahan pertanian dengan cara membakar tumpukan sisa kayu), yang dilakukan secara turun temurun tidak pernah mengakibatkan kabut asap, sebelum tradisi monopoli lahan menggunakan izin konsesi masuk ke Indonesia.
Maka beberapa kesimpulan dari diskusi yang berlangsung selama 3 jam tersebut, bahwa yang harus kita lakukan bukan hanya mengikuti euporia peringatan hari bumi semata. Kita juga harus tahu problem apa yang menjadi penyumbang terbesar terhadap kerusakan bumi.
Harapannya, kegiatan hari bumi yang direncanakan memuncak pada 22 April 2018 nanti, bisa menjadi perhatian kita semua, bahwa bumi yang sekarang menjadi sandaran hidup kita semua sedang tidak baik-baik saja. Banyak sekali ancaman yang dengan sekajap dapat merusak sistem ekologis di muka bumi ini.