Pelatihan penghitungan harga pada pola kemitraan di HTI dan penerapan atau pengelolaan koperasi/kelembagaan

Rudiansyah dari Walhi Jambi memberikan kata sambutan kepada peserta

WALHI- Jambi, Persoalan konflik atas tanah yang di hadapi komunitas di beberapa daerah belum mendapatkan rasa keadilan dan transparansi dalam penyelesaian konflik, begitu banyak perusahaan yang bergerak di bidangan sektor kehutanan, perkebunan dan tambang biasanya menggunakan kekerasan dalam menyelesaikan konflik. 




Kemarin pada tanggal 18 – 19 November 2015 Walhi Jambi mengadakan Pelatihan perhitungan harga pada pola kemitraan di HTI dan penerapan atau pengelolaan koperasi/kelembagaan.Pada program fasilitasi ini diberikan dukungan terhadap masyarakat korban HTI (APP) di 3 propinsi yaitu Riau, Jambi dan Sumatera Selatan, dengan wilayah dan komunitas yang sudah di tentukan di masing-masing wilayah dan di fasilitasi oleh Brian Orland, Dr. Forst. Bambang Irawan, SP, M.Sc (Dekan Fakultas Kehutanan Universitas Jambi), dan Pundi Sumatera.

Suasana saat kegiatan berlangsung

Pada situasi sekarang banyak group-group perusahaan besar mengeluarkan komitmen untuk melakukan perbaikan pada rantai pasokan industri mereka, dari sekian banyak perusahaan tersebut salah satunya perusahaan Asia Pulp and Paper (APP) telah mengeluarkan komitmen yang dinamakan Forest Conservation Policy (FCP). 

Komitemen APP tersebut diluncurkan Pada tanggal 1 Februari 2013, APP meluncurkan kebijakan konsevasi hutan atau Forest Conservation Policy (FCP) yang memuat empat komitmen yaitu (1) mengembangkan area yang bukan merupakan lahan hutan berdasarkan nilai konsevasi tinggi (HCVF) dan stok karbon (HCS) (2) manajemen atau pengelolaan gambut (3) menghindari dan menyelesaikan konflik sosial, dan (4) memastikan dan mendukung prinsip manajemen hutan yang bertanggung jawab. 

Kebijakan FCP yang dikeluarkan oleh perusahaan APP tersebut bisa menjadi salah satu peluang untuk mendorong penyelesaian konflik yang ada di komunitas, karena konsesi-konsesi perusahaan APP tersebut berada di 5 Propinsi di Indonesia. Dalam situasi ini juga pihak perusahaan selalu mendorong komunitas untuk menyelesaikan konflik dengan tidak perna melihat kesiapan masyarakat dalam mendapatkan informasi dan pengetahuan terkait dengan Industri HTI tersebut. 


Brian Orland dari WWI saat menjelaskan dengan peserta

Organisasi masyarakat sipil baik di level lokal, nasional dan internasional selalu memberikan dukungan terhadap komunitas, dalam membantu kesiapan masyarakat untuk mefasilitasi penyelesaian konflik. Proses pendampingan terhadap masyarakat korban HTI perusahaan APP dilakukan mulai dari peningkatan kapasitas masyarakat dalam hal informasi soal HTI sampai bagai mana menyusun strategi dalam persiapan untuk penyelesaian konflik.

“Kegiatan ini penting dilakukan karena pada situasi sekarang banyak komunitas yang berkonflik dengan perusahaan HTI (APP) mengalami kesulitan soal informasi HTI, bahkan beberapa kebijakan di perusahaan dan pemerintah ada istilah kemitraan HTI antara masyarakat dengan perusahaan, pada hal masyarakat itu sendiri sangat terbatas pengetahuan dan informasi soal kemitraan, model kerjasama kemitraan juga harus beriringan dengan lembaga pengelolaan kemitraan seperti koperasi sebagai unit di masyarakat yang menjalankan kemitraan”. terang Rudiansyah selaku penanggung jawab kegiatan. 

Foto Bersama diakhir kegiatan


Dari problem tersebut terlihat ada upaya pemaksaan pada masyarakat soal membangun kerjasama dalam pembangunan HTI dengan pola kemitraan yang dilakukan oleh perusahaan, karena ini terlihat dari beberapa temuan lapangan ada perjanjian yang dilakukan oleh pihak perusahaan terhadap masyarakat untuk kemitraan tidak ada penjelasan yang lengkap soal kemitraan tersebut, sehingga hasilnya banyak perjanjian kemitraan tidak teralisasi dengan baik dilapangan, ada juga perjanjian kemitraan hanya sebatas dokumen tertulis saja. 

Untuk itu pelatihan ini dilaksanakan untuk menjawab bagai mana sebenarnya cara penerapan kemitraan HTI / penghitungan ekonomi kemitraan HTI dan bagai mana mengelola koperasi yang baik kalau terjadi perjanjian pada pola kemitraan tersebut. 
“Hasil yang diharapkan adalah masyarakat dan pendamping mendapatkan pengetahuan terkait dengan penghitungan nilai ekonomi kemitraan pada HTI dan adanya penerapan yang dilakukan oleh masyarakat dalam mengelola koperasi yang baik, apa bila terjadi kemitraan HTI”, ujar Rudiansyah.

Kamu Harus Baca Juga ini :

Sungai Batanghari Bukan Jalur Tambang

Siaran Pers Sungai Batanghari Bukan Jalur Tambang Jambi- Problematika industri pertambangan Batubara dan proses pengangkutannya masih menjadi permasalahan serius yang belum bisa diatasi oleh Pemerintah Provinsi Jambi. Pasca dilantiknya Gubernur...

Read More