Menakar Gagasan Dalam Debat Cawapres [17 Maret 2019]

ilustrasi. detik.com
Debat Pilpres pada putaran ke tiga yang baru saja selesai diselenggarakan oleh KPU pada tanggal 17 Maret 2019, yang menghadirkan masing-masing cawapres, Ma’ruf Amin dan Sandiaga Uno. Tema yang diusung dalam debat yang dilakukan, berfokus pada isu pendidikan, kesehatan, ketenagakerjaan, sosial, dan kebudayaan yang secara teknis dibagi dalam 6 segmen.

Sepanjang debat yang sudah dilakukan, dari segmen pertama sampai segmen terakhir, kedua cawapres belum mampu mengeluarkan satu gagasan yang mendasar dalam kerangka menjawab persoalan-persoalan isu yang dibahas, baik dalam tataran pencegahan maupun penanggulangannya. 

Seperti dalam penyampaian isu pendidikan, Ma’ruf Amin lebih banyak menyampaiakan terkait dengan upaya pemerintah dalam penataan dan pengawasan dana pendidikan yang disalurkan oleh Pemerintah pusat kepada Pemerintah Daerah.

Sedangkan Sandiaga Uno, lebih berfokus kepada bagaimana kurikulum pendidikan bisa mencetak karakter pada anak didik. Dari penyampaian kedua cawapres dalam isu pendidikan, hanya memperlihatkan gagasan lama yang sudah dilakukan oleh Pemerintah sebelumnya. Memperbaiki kualitas dana pendidikan dan upaya pendidikan yang akan merubah karakter anak bangsa denga slogan revolusi mental.

Dalam isu kesehatan, tugas Pemerintah yang termandatkan dalam UU No.32 th.2009 Tentang Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup Pasal 3 (b) Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup bertujuan “menjamin keselamatan, kesehatan dan kehidupan manusia “ dan juga pada pasal 3 (g) “Menjamin pemenuhan dan perlindungan hak atas lingkungan hidup sebagai bagian dari hak asasi manusia”, tidak sama sekali tersentuh dalam proses debat.

Yang muncul dalam dalam proses debat adalah, kedua cawapres menekankan kepada rakyat Indonesia, agar mengkonsumsi makanan yang bergizi dan selalu berolahraga, sebagai upaya untuk menciptakan masyarakat yang sehat. Yang tidak ubahnya dengan nasihat-nasihat para bidan desa yang memberikan wejangan kepada masyarakat.

Gagasan Pemerintah untuk memastikan perlindungan wilayah-wilayah kelola pangan rakyat yang sehat, menjadi kabur dan belum menjadi prioritas yang menarik untuk dimunculkan.
Untuk isu ketenaga kerjaan, kedua cawapres berupaya untuk memberikan penanggulangan soal lapangan pekerjaan yang diyakini akan menurunkan angka pengangguran. Dengan mendistribusikan kartu pra kerja [subsidi tunjangan] dan memaksimalkan UMKM, sepertinya langkah yang dianggap paling oftimal. Hal tersebut juga mengaburkan persoalan-persoalan pengangguran yang muncul di desa-desa akibat penguasaan tanah pertanian oleh aktifitas pembangunan industry ekstraktif yang semakin meluas.

Dalam memahami kebudayaan masyarakat Indonesia, kedua cawapres juga tidak memahaminya secara utuh. Cawapres yang berdebat belum mampu memahami, bahwa seluruh kebudayaan yang lahir dari masyarakat Indonesia adalah, kebudayaan yang diproduksi oleh adanya aktifitas kolaburasi manusia dengan sumber-sumber alam yang tersedia.

Dengan masifnya pembangunan industry berbasis sumber daya alam yang eksploitatif, secara langsung menghilangkan sumber-sumber alam yang menjadi factor penting dalam komponen kebudayaan masyarakat Indonesia.

Sehingga bisa dipastikan, ketika factor sumber daya alam yang selama ini menjadi salah satu komponen penting dalam pembentukan kebudayaan itu hilang akibat aktifitas pembangunan industry ekstratif, maka kebudayaan yang dipaksakan untuk muncul dan menjadi agenda pemerintah, adalah kebudayaan baru dan asing. Yang tentu saja, bisa dipastikan, kebudayaan ini akan kental dan berbau politis yang akan dipergunakan sebagai pengalihan isu kebijakan eksploitasi sumber daya alam dan pelanggaran HAM yang tetap akan dilanggengkan oleh rezim berkuasa.

Kamu Harus Baca Juga ini :