Jambi, 19 Februari 2025 – Warga dari lima desa di Jambi yang tergabung dalam aksi dampingan WALHI Jambi menggelar aksi protes di Kantor Wilayah ATR/BPN Provinsi Jambi. Mereka menuntut penyelesaian konflik agraria yang berlarut-larut dan menuntut kejelasan hak atas tanah yang selama ini terabaikan.
Aksi ini dilakukan sebagai bentuk perlawanan terhadap ketidakadilan yang dirasakan masyarakat akibat penerbitan izin Hak Guna Usaha (HGU) dan sertifikat tanah yang tumpang tindih. Meskipun kepemimpinan di tingkat nasional dan daerah telah berganti, persoalan agraria ini belum terselesaikan.
Karena tidak adanya respons dari Kanwil ATR/BPN Jambi atas tuntutan mereka, massa aksi menyatakan akan menginap di kantor tersebut hingga Kepala Kanwil bersedia bertemu langsung dengan mereka.
“Kami tidak akan pulang sampai bertemu Kepala Kanwil ATR/BPN. Kami berharap beliau dapat langsung berkomunikasi dengan Menteri ATR/BPN agar segera ada keputusan konkret yang berpihak kepada masyarakat,” ujar salah satu perwakilan aksi.
Lima Desa yang Terlibat dalam Konflik
- Desa Pandan Sejahtera
Konflik bermula dari penerbitan HGU PT. Indonusa Agromulia yang tumpang tindih dengan lahan masyarakat. Dugaan maladministrasi dalam proses penerbitan HGU ini semakin memperumit situasi. - Desa Gambut Jaya
Tanah masyarakat di Unit Permukiman Sungai Gelam SP4 diduga telah dikuasai oleh mafia tanah, dengan indikasi kuat keterlibatan oknum BPN yang menerbitkan SHM secara ilegal. - Desa Mekar Sari
Meskipun masyarakat memiliki sertifikat hak milik (SHM) yang sah, lahan mereka masih dikuasai oleh pihak lain, menunjukkan lemahnya penegakan hukum dalam sengketa agraria ini. - Desa Tebing Tinggi
Masyarakat meminta BPN menetapkan koordinat lahan usaha I sesuai dengan SHM agar tidak terjadi konflik di masa depan. - Desa Rawa Mekar
Sebagai desa eks-transmigrasi, setiap kepala keluarga seharusnya mendapatkan lahan seluas 2 hektare, tetapi hingga kini hak tersebut belum dipenuhi oleh negara.

Direktur WALHI Jambi, Abdullah, menegaskan bahwa konflik agraria ini merupakan bentuk pelanggaran hak asasi manusia. Ia menuding BPN sebagai pihak yang bertanggung jawab atas berbagai pelanggaran yang terjadi.
“Masyarakat transmigrasi ditempatkan di wilayah ini dengan harapan hidup sejahtera. Namun, faktanya, hak mereka dirampas dan BPN justru menjadi alat untuk melanggengkan ketidakadilan ini,” ujar Abdullah.
Sementara itu, Eko Mulia Utomo menambahkan bahwa ATR/BPN harus segera menyelesaikan konflik agraria yang terjadi dan mengembalikan hak tanah kepada masyarakat. “Negara harus hadir melindungi rakyat, bukan justru membiarkan mafia tanah semakin berkuasa,” tegasnya.
Aksi ini diharapkan bisa menjadi momentum bagi pemerintah untuk segera mengambil langkah konkret dalam menyelesaikan konflik agraria di Jambi.
Siaran Pers dapat dilihat disini