Beberapa waktu yang lalu, terjadi penangkapan dan penahanan terjadi terhadap M. Rusdi. Seorang Kepala Desa Karang Mendapo, salah satu Desa di Kecamatan Pauh, Sarolangun. Peristiwa penangkapan dan penahanan Kepala Desa selanjutnya memantik reaksi dari masyarakat yang mendukung kepala Desa yang pro rakyat. Rakyatpun beraksi dan menunjukkan sikapnya dengna mendukung secara moril dengan mendatangi Kantor Polres Sarolangun berhari-hari sampai sekarang. Bahkan masyarakat mengadakan berbagai aksi dan bentuk dukungan lainnya baik aksi demonstrasi, tidak pulang bahkan mengadakan pengajian sebagai bentuk
Peristiwa penangkapan dan penahanan Kepala Desa merupakan cara-cara yang dilakukan oleh rezim Soeharto dalam membungkam para aktivis dan pihak-pihak yang dianggap mengganggu kepentingan. Baik kepentingan politik, ekonomi dan stabilitas keamanan. Cara-cara ini mengingatkan baik yang dilakukan oleh rezim Soekarno maupun Soeharto pra reformasi.
Posisi Kasus
1.Bahwa Mr. Rusdi terpilih menjadi Kepala Desa Karang Mendapo, Pauh, Kabupaten Sarolangun, Jambi setelah menang telak;
2.Bahwa kemudian M. Rusdi sebagai pemenang telak pemilihan Kepala Desa Karang Mendapo melaksanakan amanat untuk menyelesaikan sengketa lahan dengan PT. KDA.
3.Bahwa salah satu dalam hasil rapat Desa tanggal 20 Juli 2008, telah menetapkan bahwa Uang pemberian dari Koperasi Tiga Serumpun (mitra PT. KDA) akan dikembalikan kepada Koperasi Tiga Serumpun dengan pertimbangan;
a.Masyarakat bertanya terhadap uang yang dibagikan. Apakah uang tersebut merupakan uang desa, uang pembagian hasil sawit
b.Uang yang dibagikan tidak dijelaskan itu membuat masyarakat tidak mau menerima dibandingkan dengan hasil panen sawit yang seharusnya mereka terima
4.Bahwa kemudian pada waktu sekira Bulan agustus 2008, pihak Koperasi Tiga Serumpun telah membagikan uang sebesar Rp 53.000,-/KK. Ketua RT dan orang yang dipercayakan untuk mengurusi uang tersebut kemudian tidak membagikan uang tersebut berdasarkan hasil rapat tanggal 20 Juli 2008 dan kemudian menitipkan pada Kepala Desa Mr. M. Rusdi untuk dikembalikan kepada Koperasi Tiga Serumpun. (dokumen terlampir)
5.Bahwa kemudian pada tanggal 28 Agustus 2008, diadakan Rapat di Desa dan didalam hasil rapat tersebut telah ditetapkan akan dikembalikan kepada Koperasi Tiga Serumpun. Kepala Desa yang telah menerima hasil keputusan rapat pada tanggal 29 Agustus kemudian mengirimkan surat kepada Ketua Koperasi Tiga Serumpun. Dan kemudian disusul pada tanggal 3 September dan tanggal 18 September 2008. Namun ketiga panggilan resmi ini tidak dihadiri oleh Ketua Koperasi. Kepala Desa kemudian juga telah menghubungi Ketua Koperasi via telephone.. Kepala Desa juga meminta nomor rekening agar bisa dikirimkan melalui rekening. Dan dijawab secara ringkas oleh Ketua Koperasi bahwa uang yang telah dibagikan tidak perlu dikembalikan. Kepala Desa juga menghubungi pihak perusahaan namun dijawab bahwa uang tersebut merupakan fee untuk koperasi.
6.Kemudian pada tanggal 27 Januari 2008, Kepala Desa telah ditetapkan menjadi tersangka melakukan perbuatan percobaan penggelapan dan penipuan sebagaimana diatur didalam pasal 372 atau 378 junto pasal 53 KUHP;
7.Pada hari Rabu tanggal 27 Januari 2008 kemudian panggilan itu dihadiri dan mengalami pemeriksaan sebanyak 28 pertanyaan.
8.Bahwa didalam pertanyaan yang disampaikan kepada Kepala Desa yang berkaitan dengan diterimanya uang dari para Ketua RT sebanyak Rp 24.278.000,- dan yang sporadik Sebesar Rp 17.545.920,-. Seluruh uang tersebut secara tegas dinyatkan bahwa uang tersebut masih utuh dan kepala Desa akan mengembalikan kepada KUD Tiga Serumpun;
9.Dari paparan kronologis diatas, ada beberapa pokok-pokok pikiran yang disampaikan
a.Bahwa pemeriksaan terhadap Kepala Desa tidak melihat pokok perkara. Ini ditandai dengan sikap Polres sarolangun yang mencantumkan pasal 53 KUHP. Meletakkan pasal 53 KUHP yang didalam ilmu pidana adalah perbuatan percobaan terhadap kasus yang dituduhkan. dengan demikian ketentuan pasal yang dituduhkan yaitu pasal 372 atau pasal 378 junto pasal 53 KUHP, membuktikan bahwa ada percobaan penipuan atau percobaan penggelapan terhadap dana sebesar Rp lebih kurang Rp 42 juta tersebut. Artinya secara ringkas, bahwa Penyidik hanya meyakini bahwa perbuatan yang dituduhkan merupakan perbuaran percobaan pidana. Dalam masalah ini adalah penggelapan atau percobaan penipuan.
b.Bahwa unsur yang paling penting didalam pasal yang dituduhkan adalah “orang yang merasa dirugikan”. Pertanyaan yang muncul, apakah masyarakat merasa dirugikan dengan perbuatan kepala Desa tersebut ? Bahwa penetapan saksi-saksi yang diajukan yang dianggap lebih kurang 25 orang sebagai saksi korban yang dianggap mewakili dari masing-masing RT tidak menjelaskan secara gamblang pembuktikan perbuatan kepada Kepala Desa (penetapan 25 orang saksi yang dianggap mewakili dari RT dan kemudian dijadikan sampel tidak dapat membuktikan mewakili masyarakat untuk menentukan niali kerugian). Saksi-saksi dianggap mewakili (sample) bahwa masyarakat dirugikan tidak tepat. Selain karena perbuatan yang dilakukan Kepala Desa sebagai pelaksana dari rapat Tanggal 20 Juli 2008 juga saksi-saksi yang dihadirkan tidak mempunyai hak dan mempunyai kapasitas untuk menjadi saksi. Masyarakat telah membuat surat pernyataan bahwa masyarakat tidak merasa dirugikan dan tunduk kepadda keputusan rapat tanggal 20 Juli 2008; (dokumen terlampir)
c.Bahwa perbuatan kepala Desa yang tidak membagikan dana sebesar Rp 42 juta merupakan hasil dari Rapat Desa tanggal 20 Juli 2008. Apakah Kepala Desa yang melaksanakan rapat Desa tanggal 20 Juli 2008 merupakan perbuatan melawan hukum atau perbuatan yang bertentangan dengan hukum ?
d.Dengan demikian maka apabila perbuatan yang merupakan rapat Desa, upaya ini mengaburkan wewenang, fungsi kepala Desa dan mengkriminalisasikan kepala Desa. Untuk kedepan, aparatur pemerintahan menjadi takut untuk melaksanakan amanat dan keputusan Desa karena akan dikhawatirkan akan dijerumuskan dan dijebak dengan upaya-upaya kriminalisasi.
e.Selain itu juga upaya ini merupakan upaya sistematis untuk menghambat proses demokratisasi dan transparansi pemerintahan untuk menjalankan amanah rakyat. Upaya ini dilakukan karena Kepala Desa sedang membongkar praktek-praktek penjualan lahan kepada pihak-pihak yang tidak mendapatkan haknya.
Dari paparan yang telah disampaikan ada beberapa catatan penting :
1.Bahwa penetapan tersangka kepala Desa tidak dapat dibenarkan secara hukum dengan alasan sebagai berikut ;
a.Sebelum kita melihat kepada saksi-saksi yang dihadirkan, maka unsur pasal 372 KUHP yaitu “perbuatan melawan hukum” dan “adanya yang dirugikan”. Sedangkan percobaan penipuan sebagaimana rumusan didalam pasal 378 junto pasal 53 KUHP sama sekali tidak bisa dibuktitkan. Karena tidak ada upaya Kepala Desa menggunakan nama palsu atau jabatan palsu atau keadaan untuk menguasai uang tersebut. Kepala Desa selalu transparan bahwa uang tersebut memang dititipkan kepada Kepala Desa dan dikembalikan kepada Koperasi. Tidak ada upya menutup-nutupi masalah ini. Ini ditandai dengan rapat Desa tanggal 20 Juli 2008, Rapat Desa tanggal 28 Agustus 2008, pemanggilan Ketua KUD Tiga Serumpun tanggal 29 Agustus 2008, 3 September 2008, 18 September 2008, menghubungi Ketua Koperasi Tiga Serumpun via telephone, rapat tanggal 28 Desember 2008. Bahkan siapa saja yang datang untuk menanyakan uang tersebut, maka Kepala Desa dapat menerangkan bahwa uang tersebut memang tidak dibagikan dan masih utuh.
b.Kapasitas saksi.
i.Saksi korban yang merasa dirugikan lebih kurang 25 orang. Dari saksi yang dihadirkan maka akan dikualifikasikan sebagai saksi korban dan saksi. Apabila saksi korban merasa dirugikan, maka harus dibuktikan apakah saksi tersebut mempunyai hak untuk merasa dirugikan. Selain itu apakah saksi korban merupakan warga karang mendapo. Apabila warga karang Mendapo, maka haruslah tunduk kepada keputusan rapat desa Tanggal 20 Juli 2008.
ii.Saksi korban yang dihadirkan tidak dapat mewakili sampel dari masayarakat Karang Mendapo yang merasa dirugikan. Ini ditandai dengna surat pernyataan masyarakat;
c.Perbuatan yang dilakukan kepala Desa merupakan hasil rapat tanggal 20 Juli 2008;
Namun proses penangkapan dan penahanan Kepala Desa berbanding terbalik dengna proses pengaduan proses pidana yang dilakukan terhadap kepala Desa. Laporan Kepala Desa yang berkaitan dengan terjadinya tindak pidana ternyata tidak direspon secara serius oleh Polres Sarolangun.
Laporan yang disampaikan oleh Kepala Desa terhadap tindak pidana yaitu tindak pidana pengancaman dan atau perbuatan tidak menyenangkan terhadap kepala Desa dengan melakukan pengrusakan rumah kepala Desa dan percobaan pembunuhan yang dilakukan oleh Bahri bin Dahamid cs sebagaimana dilakukan pada tanggal 4 September 2008 sebagaimana laporan ke Polisian Sektor Pauh sesuai dengan laporan Polisi no. Pol. LP/BI-49/IX/2008/Pauh.
Kemudian telah terjadi peristiwa pengancaman terhadap Saudara Muhammadan bin Husein dan kemudian telah dilaporkan ke Polres Sarolangun sebagaimana Laporan Polisi No. Pol. STPL/B-120/X/2008/SPK tanggal 29 Oktober 2008 telah terjadi tindak pidana pengancaman dan sempat mengeluarkan senjata tajam yang dilakukan oleh Sdr. Marwan terhadap Muhammadan bin Husein. Satu hari kemudian telah terjadi peristiwa penganiayaan terhadap Thamrin yang dilakukan oleh Marwan bin Hamid dan Saudara Saleh dan telah dilaporkan ke Polres Sarolangun sebagaimana Laporan Polisi No. Pol :STPL/B-121/X/2008 tanggal 30 Oktober 2008.
Ketiga peristiwa tersebut sama sekali tidak diproses sebagaimana mestinya sesuai ketentuan yang berlaku dari Polres. Namun justru disaat bersamaan, tuduhan dan upaya sistematis untuk mengkriminalisasi Kepala Desa telah dilakukan. Tuduhan dan penahanan terhaddap kepala Desa dengan hanya mendengarkan keterangan sepihak dari saksi-saksi yang tidak dapat dipertanggungjawabkan secara hukum, kemudian diikuti sikap tidak profesional dari kepolisian Sarolangun yang kemudian menetapkan status tersangka kepada Kepala Desa dan Penahanan terhadap Kepala Desa.
Dengan demikian, bahwa berdasarkan fakta-fakta yang terungkap, maka penetapan Kepala Desa tidak dibenarkan secara hukum. Sikap Penyidik maupun pihak Polres yang menetapkan Kepala Desa sebagai tersangka merupakan sikap yang “memihak” sebelah dan tidak melihat kondisi yang sebenarnya. Selain itu juga hanya mendengarkan keterangan saksi yang tidak dapat dipertanggungjawabkan secara hukum. Dan sama sekali tidak melihat kepada keterangan yang diberikan kepala Desa.
Beberapa peristiwa yang dapat dipaparkan menjadi bukti bahwa upaya sistematis telah dilakukan oleh Polres Sarolangun
Dari paparan diatas, maka sudah menjawab pertanyaan dari masyarakat bahwa Polres Sarolangun agar tidak memihak kepada kepentingan hukum dan hanya berpihak kepada segelintir orang yang menggunakan hukum demi kepentingan pribadi dan sesaat.
Dalam perjalanan sejarah bangsa Indonesia, ternyata cara-cara ini selalu digunakan seetiap rezim yang berkuasa.
Apakah kita masih ingat pelajaran sejarah terhadap pemimpin-pemimpin pendiri bangsa (founding Father). Keyakinan Soekarno yang yakin bahwa Indonesia merdeka kemudian dituduh dan disidangkan di Landraad Bandung yang kemudian didalam nota pembelaannya yang terkenal “INDONESIA MENGGUGAT”. Soekarno memang diadili dan dihukum, namun sejarahpun mencatat bahwa keyakinan Soekarno ternyata benar, Indonesia Merdeka dan Soekarno terbukti menjadi Presiden Pertama.
Atau masih ingat pidato Tjipto Mangunkusumo didalam persidangan terhadap dirinya. APABILA TUAN-TUAN MENGADILI SAYA PADA HARI INI DAN TUAN-TUAN YAKIN SAYA AKAN TAKLUK, MAKA TUAN-TUAN SALAH, KARENA YANG TUAN-TUAN ADILI ADALAH BADAN SAYA, RAGA SAYA, NAMUN TUAN-TUAN TIDAK DAPAT MENGADILI KEYAKINAN SAYA. INDONESIA AKAN MERDEKA.
Soekarno walaupun mengalami penindasan dari Pemerintah Kolonial Belanda ternyata menggunakan cara-cara yang sama. Ditangkapnya dan diproses secara hukum kepada para pengkritik Soekarno membuktikan peristiwa ini. Syahril, Grup Musik Koes Plus juga mengalami nasib yang sama. Bahkan perintah penangkapan terhadap para politisi Masyumi dan rencana pembubaran organisasi seperti HMI meyakini bahwa rezim Soekarno menggunakan cara-cara yang sama.
Di Jaman Soeharto, hukum ternyata juga digunakan untuk para pengkritik kebijakan negara. Sri Bintang Pamungkas, Muctar Pakpahan, Budiman Soejatmiko, Yenny Rosa Damayanti, A. M. Fatwa adalah sebagian kecil nama-nama yang pernah berurusan dengan negara karena perbedaan pandangan dengan Soeharto. Sejarahpun kemudian mencatat, bahwa “kelakuan” Soeharto terbukti berdampak langsung kepada kita. Beras mahal, minyak mahal, dan hampir seluruh sektor seperti kesehatan, pendidikan tidak dirasakan oleh rakyat Indonesia. Reformasipun ternyata memberikan catatan seperti kebebasan berserika, berkumpul, Polri keluar dari ABRI, anggaran transparan, Presiden dipilih secara langsung, parlemen semakin kuat, kampus otonom, dan berbagai prestasi reformasi yang dirasakan oleh rakyat. Mahkamah Konstitusipun mencabut pasal 154, 155 KUHP yang ternyata terbukti lebih banyak digunakan terhadap kepentingan negara terhadap para pengkritiknya.
Bergantinya Pemerintahan dari orde Baru ke dalam masa reformasi ternyata tidak menyurutkan rezim untuk menggunakan cara-cara yang sama. Pemerintahan Megawati juga memenjarakan para aktivis Mahasiswa yang bersuara menentang kenaikan BBM tahun 2003 dan memenjarakan aktivis buruh yang ingin memperjuangkan hak normatif dalam kenaikan upah. Bahkan Bahkan pemerintahan SBY juga menggunakan cara yang sama terhadap Eggy Sujana dan Zainal Maarif.
Dari peristiwa perjalanan sejarah, ternyata sebagaimana sering dinyatakan dalam kajian sejarah, sejarah selalu berulang. Peristiwa penangkapan dan penahanan Kepala Desa membuktikan bahwa cara-cara yang sama selalu digunakan dan selalu berulang.
Peristiwa penangkapan dan penahanan Kepala Desa digunakan agar perjuangan masyarakat menjadi bergeser. Masyarakat berkonsentrasi dan mengurus kasus Kepala Desa dan diharapkan melupakan agenda utama yaitu memperjuangkan kepentingan berhadapan dengan perusahaan. Namun sejarah juga mencatat, bahwa cara-cara yang digunakan tidak berhasil mematahkan perjuangan masyarakata. Sejarah kemudian mencatat justru cara-cara yang digunakan setiap rezim yang berkuasa menguatkan dan menambah keyakinan untuk tetap pada arah perjuangan.
Salam Demokrasi