KERTAS POSISI – Merdeka Tanpa Batubara, Batubara Merampas Kemerdekaan

Kita ketahui sejarah awal pertambangan batu bara dimulai masa kolonial Belanda tahun 1849, dimana saat itu Perusahaan milik Belanda N.V Oost Borneo pertama kali diperkirakan memulai kegiatan pertambangan di Kalimantan Timur. Sumber daya batu bara di Indonesia diperkirakan sebesar 36 milyar ton, tersebar di Sumatera ( di Aceh 4,7 %, di Sumatera Tengah 11,4 %, di Sumatera Selatan 51,73 %), di Kalimantan (di Kalimantan Selatan 9,99 %, di Kalimantan Timur 14,62 %, di Kalimantan Barat 5,83 %, di Kalimantan Tengah 1,20 %), sisanya terdapat dipulau Jawa, Sulawesi, dan Irian Jaya. Belanda mengeruk dan merampai ruang hidup masyarakat indonesia dengan menguasai demi kepentingan kolonial2.  

Saat ini dimasa kemerdekaan, emas hitam ini menjadi buruan para investor dan pemerintah pemberi izin sudah mulai mengajak beberapa elemen untuk ikut kedalam bisnis energi kotor ini. Ketika oligarki bagi-bagi tambang, masyarakat hanya kebagian tarik tambang ketika merayakan hari kemerdekaan. Masyarakat banyak kehilangan ruang hidup yang aman, air yang tercemar dan resiko penyakit yang sering menghantui masyarakat disekitar tambang dan aktifitas batu bara. Apakah nilai-nilai kolonial untuk menguasai SDA Indonesia ini diwarikan kepada oligarki kita saat ini, memperkosa bumi pertiwi untuk mengambil emas hitam tanpa memperdulikan keselamatan dan ruang hidup rakyat.

Batubara saat ini menjadi primadona di sektor pertambangan untuk dijadikan sumber energi primer di Indonesia. Indonesia sendiri merupakan Negara yang memiliki sumber daya energi dan mineral dengan stok yang berlimpah dan dieksploitasi secara massif. Provinsi Jambi sendiri berada di posisi ke-5 sebagai wilayah yang memiliki cadangan batubara terbesar di Indonesia dengan cadangan 1,65 miliyar ton (Katadata,2021).[1]

Berdasarkan data dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Provinsi Jambi, terdapat 117 Izin Usaha Pertambangan Batubara yang terdaftar di Provinsi Jambi dengan total luasan 192.759,18 Ha. keseluruh IUP tersebut tersebar di 7 Kabupaten di Provinsi Jambi yaitu, Kabupaten Bungo terdapat 30 IUP dengan luasan 6.196,8 Ha, Kabupaten Tebo 29 IUP dengan luasan 61.444 Ha, Kabupaten Batanghari 14 IUP dengan luasan 22.512,7 Ha, Kabupaten  Muaro Jambi 14 IUP dengan luasan 34.714 Ha, Tanjung Jabung Barat 5 IUP dengan luasan 17.309, Kabupaten Sarolangun 24 IUP dengan luasan 47.289, 3 dan yang paling sedikit Kabupaten Merangin 1 IUP dengan luasan 3330 Ha.

Pertambangan batubara identik dengan permasalahan akibat dampak yang ditimbulkan dalam proses penambangan, pengangkutan, hingga kegiatan pasca tambangnya. kegiatan industry di sektor tambang batubara ini sangat jauh dari semangat penyelamatan lingkungan. Permasalahan ekologis, ekonomi, dan sosial budaya masyarakat menjadi hal yang harus dikorbankan akibat dampak yang ditimbulkan dari aktifitas pertambangan. Banyaknya bencana ekologis seperti tanah longsor dan banjir, hilangnya mata pencaharian rakyat, pelangaran HAM, intimidasi, dan konflik sosial lainnya merupakan bukti betapa beresikonya industry batubara ini.

Selengkapnya, unduh dokumen Kertas Posisi Merdeka Tanpa Batubara berikut.


[1] https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2022/10/24/10-provinsi-dengan-cadangan-batu-bara-terbesar-pada-2021

2 http://e-journal.uajy.ac.id/28897/2/160116325-1.pdf-Sejarah-batu bara-di Indonesia

Kamu Harus Baca Juga ini :