Dwi Nanto, Manager Kajian dan Penguatan Informasi WALHI Jambi |
Dalam pengetahuan masyarakat Jambi, khususnya di wilayah hilir (Kabupaten Muaro Jambi, Tanjung Jabung Barat dan Tanjung Jabung Timur), mereka menggunakan kalender musim sebagai acuan untuk melakukan aktivitas pertanian.
Khusus untuk pertanian padi, masyarakat yang berada diwilayah hilir memulai masa tanam pada Bulan April-Juni, sesuai dengan kalender musim yang ada. Sehingga dapat dipastikan, dalam jangka waktu 5-6 bulan berikutnya masa panen bisa dilakukan.
Kondisi saat ini, diwilayah hilir khususnya, fenomena banjir masih relatif tinggi dan belum menampakan pengurangan debit banjir yang signifikan. Itu ditandai dengan areal persawahan yang masih terendam banjir dikedalaman yang tidak memungkinkan untuk dilakukan proses penanaman.
Sehingga dapat dipastikan, bahwa fenomena banjir mengurangi produktivitas petani dan penurunan stok pangan lokal.
Dwi Nanto selaku manager Kajian dan Penguatan Informasi WALHI Jambi menegaskan “Hal ini sangatlah kontraproduktif dengan semangat capaian Pemerintah Provinsi Jambi dalam program 5.000 ha cetak sawah ditahun 2017 dengan mentargetkan 800.000 ton padi kering.”
Upaya maksimal yang dilakukan oleh Pemerintah Jambi dalam program swasembada padi, ternyata harus menerima kenyataan yang pahit. Sawah-sawah yang diciptakan, sebagian besar hanya menjadi kolam-kolam air yang tidak bisa diproduksi akibat banjir, khususnya pada Bulan April-Juni yang mustinya sudah memasuki masa tanam.
Tantangan kedepannya adalah, inisiatif Pemerintah Jambi dalam upaya pengurangan dampak resiko banjir yang mengakibatkan terhentinya aktivitas pertanian. Itu hanya bisa dilakukan dengan cara penyusunan kerja bersama lintas sektor di dalam kepemerintahan. Dengan satu produk program kerja menyeimbangkan antara program swasembada pangan dan penegakan hukum terhadap aktivitas pengelolaan sumberdaya alam yang mengakibatkan banjir.