Selasa, 12 Oktober 2010
Jambi, Kompas – Kawasan hutan negara yang akan dikelola masyarakat pada 17 desa di Kabupaten Merangin, Jambi, terancam maraknya perambahan liar pendatang asal Bengkulu, Lampung, dan Sumatera Selatan. Karena itu, pengesahan hutan desa mendesak untuk segera direalisasikan dalam waktu dekat.
Direktur Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Jambi Arif Munandar mengatakan, ada 17 desa yang diusulkan untuk mengelola hutan produksi, hutan produksi terbatas, dan hutan lindung di wilayah Merangin. Saat ini prosesnya telah memasuki tahap verifikasi oleh tim dari Kementerian Kehutanan. Jika lolos seleksi, kawasan ini akan menjadi hutan desa terluas di Indonesia, yakni 49.514 hektar. ”Ini menjadi skema pengelolaan hutan yang melibatkan masyarakat desa,” ujar Arif di Jambi, Senin (11/10).
Kondisi ekologi kawasan hutan itu masih sangat baik dengan tutupan beragam jenis tanaman keras mencapai 80 persen pada ketinggian maksimal 2.000 meter di atas permukaan laut. Kawasan ini merupakan hulu Sungai Batanghari.
Terdapat enam subdaerah aliran sungai yang menyuplai air untuk Sungai Batanghari dan juga dimanfaatkan menjadi sumber energi bagi 42 unit pembangkit listrik bertenaga mikrohidro yang menyuplai listrik untuk 21 desa setempat. ”Kawasan ini merupakan sumber bagi 60 persen cadangan air Jambi,” ujarnya.
Namun, lanjut Arif, kawasan ini berada dalam ancaman perambahan liar. Para pendatang dari wilayah Sumsel, Bengkulu, dan Lampung membuka sekitar 2.000 hektar kawasan ini untuk perkebunan kopi di Desa Rantau Suri, Tanjung Alam, Tanjung Mudo, dan Tanjung Dalam. Perambahan berlangsung lebih masif di sekitar kawasan ini, hingga mencapai 9.000 hektar, di Dusun Tuo, Kotorani, Pangkalan Jambu, Birun, dan Durian Rambun.
Menurut Arif, pengesahan hutan desa mendesak untuk direalisasikan. Ini akan menjadi dasar hukum bagi masyarakat desa untuk mengelola hutan secara arif. Pengelolaan dengan skema hutan desa akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat tanpa merusak hutan.
Mahendra Taher dari Komunitas Konservasi Indonesia Warsi mengatakan, setelah memperoleh surat keputusan pencadangan areal kerja hutan desa, masyarakat tinggal menunggu hak pengelolaan. Masyarakat akan membuat rencana pengelolaan desa hingga 35 tahun setelah izin diperoleh. Mereka dapat memanfaatkan potensi kayu dalam hutan, tetapi lebih terkendali. Masyarakat juga tetap berkewajiban menanam pohon dalam hutan.
Usulan status hutan desa itu atas inisiatif masyarakat setempat. Upaya ini dilakukan karena kawasan hutan di rangkaian Pegunungan Bukit Barisan ini juga menjadi sumber perlindungan hidro-orologis yang vital. (ITA)
Hutan Desa Terancam
Publikasi Terbaru Kami
Sidang Keempat Ibu Dewita : Kesaksian Ahli Jaksa Penuntut Umum
Debat Pilgub Jambi 2024: Tinjauan Kritis WALHI terhadap Visi Calon Gubernur yang Minim Terobosan
Sidang ketiga Ibu Dewita : Mengupas Fakta Persidangan Kasus Pembakaran Lahan di Konsesi PT ABT
Sidang kedua Ibu Dewita : Menyemai Kehidupan di Lahan Kering, Dihadapkan dengan Tuduhan Tak Beralasan
Sadis! Dedi Irawan Nyaris Tewas Digorok PK Mafia Tanah di Batanghari
Jadilah Bagian dari WALHI Jambi
Kamu Harus Baca Juga ini :
Sungai Batanghari Bukan Jalur Tambang
Siaran Pers Sungai Batanghari Bukan Jalur Tambang Jambi- Problematika industri pertambangan Batubara dan proses pengangkutannya masih menjadi permasalahan serius yang belum bisa diatasi oleh Pemerintah Provinsi Jambi. Pasca dilantiknya Gubernur...
Read MoreSiaran Pers – Solidaritan Koalisi Masyarakat Sipil Menolak Kekerasan dan Pembangunan Kawasan Rempang Eco-City
Siaran PersSolidaritan Koalisi Masyarakat Sipil Menolak Kekerasan dan Pembangunan Kawasan Rempang Eco-City Hentikan Program Strategis Nasional Kawasan Rempang Eco-City, Copot Kapolresta Barelang, Kapolda Kepulauan Riau, dan Komandan Pangkalan TNI AL...
Read MorePers Rilis “Provinsi Jambi Dalam Ancaman El Nino 2023”
Kebakaran-hutan-di-Provinsi-JambiUnduh
Read MorePers Rilis “Pembubaran dan Tindakan Represif Aksi Masa Pematang Bedaro”
Pers-Rilis-pematang-bedaroUnduh
Read More