Jambi – Setelah berhasil melakukan kegiatan flashmob, kampanye poster, dan aksi bersih sampah di Car Free Day Minggu pagi. Rangkaian acara peringatan Hari Bumi 2018 yang dilakukan WALHI Jambi, beserta lembaga lingkungan, para komunitas pecinta alam yang ada di Jambi, dan komunitas musik Grindsick, dilanjutkan dengan panggung budaya di pelataran air mancur Kantor Gubernur Jambi, Telanaipura, Kota Jambi, Minggu malam (22/4/2018).
Penampilan pembuka, Tarian Nusantara yang dibawakan oleh Warda, aktivis perempuan WALHI Jambi, membuat hangat suasana Kota Jambi yang sempat diguyur hujan lebat beberapa jam sebelumnya. Menurut Warda, setiap gerakan-gerakan di dalam tarian nusantara mewakili tarian setiap daerah di Indonesia.
“Hal ini kaitannya sama hari bumi, di mana setiap daerah hampir memiliki persoalan yang sama. Eksploitasi sumber daya alam salah satunya, dan berdampak buruk dua kali lipat bagi perempuan,” jelas Warda.
Di tempat yang sama, Abdullah selaku koordinator umum peringatan Hari Bumi 2018 yang mengangkat tema “Bumi di Tangan Kita” ini mengatakan, bahwa setiap hari kita mempunyai kewajiban untuk menjaga bumi dari kehancuran. Wilayah kelola rakyat memang harus betul-betul terwujud, demi keadilan pangan yang sejati, dan menjaga bumi dari keserakahan korporasi.
“Di sini kita juga coba tampikan produk-produk yang dihasilkan dari wilayah kelola rakyat, khususnya di Provinsi Jambi. Kita berharap, bagaimana produk lokal bisa bersaing di pasaran dan mendapat legalitas. Yang mana kita ketahui saat ini Indonesia masih ketergantungan dengan produk impor, dan termasuk pangan,” tegas Abdullah.
Persoalan bumi memang lah bukan persoalan milik lembaga yang fokus pada isu lingkungan saja. Namun persoalan keberlangsungan bumi juga sangat membutuhkan peran dari semua pihak. Seperti yang diutarakan oleh Ismet, koordinator acara yang juga aktif di Komunitas Musik bernama Grindsick.
“Kenapa kita juga rangkul anak-anak komunitas dalam kegiatan ini, agar anak-anak muda Jambi khusunya, sadar akan lingkungan, sadar akan menjaga ruang yang ada,” kata Ismet yang biasa disapa Pal Met di komunitasnya.
Dirinya mengakui para anak-anak komunitas sangat antusias mengikuti acara ini dari pagi hingga malam hari. Tidak hanya bermain musik dan bernyanyi di panggung budaya, namun dari sore Mereka sudah terlibat dalam kegiatan mural dan sablon donasi.
Suatu hal yang juga mendorong para komunitas ini untuk terlibat dalam kegiatan hari bumi adalah, bahwa mereka sudah mulai sadar jika saat ini bumi sedang tidak baik-baik saja. Eksploitasi sumber daya alam besar-besaran sudah hampir menggerogoti seluruh komponen yang terkandung di dalam bumi.
“Yang banyak kita lihat adanya penguasaan lahan oleh para korporat untuk membuka perkebunan besar. Mereka bangun di atas tanah rakyat, kemudian mereka tidak melihat dampak lingkungan negatif. Mereka hanya mensosialisasikan hal-hal yang positif saja, tidak memberitahukan apa efek dan dampak negatif, dari apakah itu perusahan tambang, perusahan sawit, atau bentuk perusahaan lainnya,” tutup Pak met.