Siaran Pers
Sungai Batanghari Bukan Jalur Tambang
Jambi- Problematika industri pertambangan Batubara dan proses pengangkutannya masih menjadi permasalahan serius yang belum bisa diatasi oleh Pemerintah Provinsi Jambi. Pasca dilantiknya Gubernur Provinsi Jambi pada tahun 2021, Gubernur Jambi telah mengeluarkan surat edaran Gubernur Jambi nomor: 1448/SE/DISHUB-3.1/XII/2021 tentang penggunaan jalan publik untuk angkutan batubara, TBS, Cangkang, CPO dan Pinang antar Kabupaten/Kota dalam Provinsi Jambi. Dampaknya Proses pengangkutan melalui darat menjadi menjadi penyumbang kemacetan terbesar yang dialami oleh masyarakat dan mengancam keselamatan pengguna jalan.
Melihat dampak kebijakan yang mengancam keselamatan masyarakat dan pengguna jalan umum, Gubernur Jambi mencoba membuat kebijakan baru melalui Instruksi Gubernur Jambi Nomor: 1/INGUB/DISHUB/2024 tentang Pengaturan Lalu Lintas Angkutan Batubara, dengan mengalihkan transportasi pengangkutan Batubara melewati sungai. Kebijakan ini juga dinilai tidak menyelesaikan permasalahan transportasi Batubara.
Pada tanggal 13 Mei 2024. Tongkang bermuatan batu bara menabrak tiang penyangga (pengaman) bagian Tengah jembatan Auduri I di Mendalo Darat, Kec. Jaluko, Kab. Muaro Jambi, Provinsi Jambi. Jembatan ini merupakan jalur utama penghubung lintas Sumatera (Riau menuju Kota Jambi), namun dengan kejadian ini menyebabkan 4 tiang penyangga mengalami kerusakan. terlihat dalam video amatir, tongkang berkode MJS 2001 bermuatan batu bara menabrak tiang penyangga jembatan bagian tengah. Dengan kejadian ini masyarakat protes sebab sangat membahayakan dan ditakutkan jembatan kebanggan Provinsi Jambi ini roboh dihantam tongkang angkutan batu bara.
Abdullah (Direktur WALHI Jambi) menyampaikan, industri batubara ini menimbulkan permasalahan mulai dari hulu hingga hilir prosesnya. Di hulu pertambangan batubara ini menimbulkan kerusakan lingkungan dan perubahan bentang alam akibat pengerukan sumber daya alam. Dampaknya akan mengakibatkan bencana ekologis bagi alam dan masyarakat di sekitarnya. Kemudian dalam pengangkutannya kita sama-sama melihat tingginya angka kecelakaan di jalan umum yang melibatkan truk pengangkut batubara hingga mengakibatkan korban jiwa. Tak terkecuali melalui air, WALHI Jambi mencatat dari berbagai sumber, setidaknya telah terjadi 5 kecelakaan angkutan batubara di sungai batanghari dalam 6 bulan terakhir, Yaitu:
1. Kapal tongkang batubara menabrak tiang jembatan gentala arasy (28/12/2023)
2. kapal pengangkut batubara tabrak pelabuhan PT Pelindo Regional 2 Jambi (15/01/2024)
3. Kapal ponton batubara tanpa muatan menabrak jembatan Batanghari 1 (27/02/2024)
4. Kapal tongkang muatan batubara tabrak jembatan muara tembesi (05/05/2024)
5. Kapal muatan batubara tabrak jembatan Batanghari 1 (13/05/2024)
Melihat kejadian-kejadian ini, WALHI Jambi menilai perlu adanya perbaikan tata kelola di sektor pertambangan batubara. Sampai saat ini WALHI Jambi belum melihat adanya kajian khusus dan mendalam terkait penggunaan Sungai Batanghari untuk jalur transportasi batubara. Pemerintah harus mengutamakan keselamatan rakyat diatas kepentingan pengusaha dan investor. Kejadian kecelakaan ini terus berulang,seharusnya menjadi refleksi bagi pemerintah apakah sungai batanghari yang kita cintai ini harus menjadi korban dari pengusaha industri ekstraktif.
Selain itu, kita melihat juga bagaimana tanggung jawab atas kerusakan yang telah terjadi. Baik itu tanggung jawab pemerintah sebagai pembuat kebijakan dan perusahaan sebagai aktor kerusakan. WALHI Jambi menilai, pemerintah harus mengevaluasi kembali kebijakan terkait dengan pengangkutan batubara melewati sungai sebelum terjadi kerusakan yang lebih parah ditimbulkan. Disisi lain, pengusaha juga harus bertanggung jawab penuh atas kerusakan yang ditimbulkan akibat aktifitasnya. Jika ditinjau dari perundang-undangan, Dalam undang-undang no 17 tahun 2008 tentang pelayaran pasal 122 dikatakan bahwa “setiap pengoperasian kapal dan pelabuhan wajib memenuhi persyaratan keselamatan dan keamanan serta perlindungan maritim” Serta dalam pasal 303 ayat 2 dapat dipidana penjara paling lama 4 tahun dan denda paling banyak Rp:500.000.000 (lima ratus juta rupiah). Kemudian diperkuat undang-undang no 4 tahun 2009 tentang petambangan mineral dan batu bara pasal 2 ayat 1 disebutkan bahwa pertambangan mineral dan/atau batubara dikelola berasaskan “manfaat, keadilan dan keseimbangan” serta ayat 2 disebutkan “keberpihakan kepada kepentingan bangsa”. dalam kejadian ini WALHI Jambi menilai asas dan tujuan undang-undang no 4 tahun 2009 belum dilaksanakan dengan baik oleh pemerintah.
Narahubung:
Abdullah (Direktur WALHI Jambi) : 0811-7454-744