Siaran Pers – G-20 dan COP 27 hajat siapa?

G-20 pada mulanya dibentuk pada tahun 1999, dimana sedang terjadi krisis ekonomi Asia yang fokusnya adalah perumusan  protokol ketidak kestabilan ekonomi dunia. Perhelatan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 akan digelar bersamaan dengan COP (Conference of Parties) atau KTT Iklim ke-27 di Mesir. Sama seperti tahun-tahun sebelumnya, negara G20 akan mendorong agenda yang menguntungkan Group 20 -penguasa ekonomi global- dalam berbagai negosiasi di forum KTT Iklim.

Dalam KTT G20 yang diselenggarakan oleh Pemerintah Indonesia saat ini membawa 3 pokok agenda yang menjadi pembahasan dalam pertemuan ini, antara lain: Arsitektur Kesehatan Global, Transformasi Ekonomi Digital, dan Transisi Energi. Hal yang menjadi pertanyaan mendasar adalah apakah ketiga pokok bahasan itu menjadi jawaban atas kebutuhan rakyat Indonesia di sektor ekonomi, sosial dan lingkungan hidup? Atau bahkan pertemuan ini akan menambah derita rakyat atas  ekonomi, lingkungan hidup dan sumber daya alam yang terus dikuasai oleh para investor.

Untuk diketahui bersama, negara-negara yang masuk kedalam keanggotaan G20 ini selalu menawarkan solusi palsu dalam perubahan iklim dengan kredit karbon dan mekanisme kompensasi untuk hilangnya keanekaragaman hayati yang justru membiarkan bahkan mendorong berbagai perusakan atas planet ini. Solusi palsu berbasis jasa layanan alam ini memiliki karakteristik dasar: mereka mempromosikan bahwa ekosistem tertentu dapat tercemar atau hancur selama area yang sama (dalam ukuran, karakteristik, dan keanekaragaman hayati yang ada) dilestarikan, di mana pun area itu berada, untuk jangka waktu tertentu.  

Sementara, Kepresidenan COP27 Mesir telah mendefinisikan empat tujuan utama KTT Iklim ke 27, yaitu: Mitigasi, Adaptasi, Keuangan, dan Kolaborasi. Pembahasan terhadap empat tujuan utama ini akan menentukan apakah COP 27 dapat menghasilkan kesepakatan atau komitmen konkret yang menjawab akar persoalan krisis iklim dan ketidakadilan yang tertanam dalam kerangka kerja perubahan iklim yang ada selama ini.

G20 apakah akan menjadi jawaban penyelesaian masalah rakyat?

Biosfer kita (udara, tanah, air, dan organisme lain) adalah lapisan penyangga kehidupan yang memastikan sebaik apa kualitas kesehatan kita. Pengaruh berbagai paparan lingkungan, seperti bahan kimia beracun, polusi udara, pencemaran air dan agen biologis pada tubuh manusia, umumnya dianggap sebagai masalah utama dalam kesehatan lingkungan.

Negara-negara dan kelompok komunitas dengan wilayah atau kondisi lingkungan paling rusak akan menerima dampak krisis kesehatan, sementara negara-negara dan kelompok yang memiliki kekuasaan dan penguasaan sumber daya lebih banyak akan lebih mampu mengatasi risiko-risiko ini.

Membicarakan upaya perbaikan arsitektur kesehatan global tidak bisa dilakukan tanpa merubah tatanan ekonomi ekstraktif yang bukan hanya merusak dan mencemari namun juga penuh ketidakadilan dan ketidaksetaraan.

Transformasi Keuangan Digital: Digitalisasi Ekonomi Ekstraktif Tetap Menghancurkan Bumi

Ekonomi dan keuangan digital dianggap kunci percepatan pemulihan serta peningkatan daya tahan ekonomi nasional, oleh karenanya transformasi digital menjadi penting untuk semakin dikembangkan. Namun pertanyaan mendasarnya, apa yang membedakan ekonomi digital dari ekonomi ekstraktif yang menghisap sumber daya alam dan mencemari bumi?

Lonjakan aktivitas online saat pandemic covid-19 memicu permintaan listrik tambahan hingga 42,6 juta megawatt/jam untuk mendukung transmisi data dan untuk memberi daya pada pusat data gedung yang menampung perangkat keras dan data jaringan komputer, layanan cloud, dan aplikasi digital. Penggunaan energi (dan air) yang eksesif pada berbagai pusat digital dunia telah lama menjadi sorotan, terutama dengan masih besarnya penggunaan energi fosil di sektor energi kita.

Setiap komputer bergantung pada ratusan rantai pasokan internasional yang padat energi, penghasil limbah beracun, dan sering kali berbahaya bagi pekerja yang terlibat. Ketika mempertimbangkan berbagai lapisan dalam rantai produksi, operasi dan konsumsi dari ekonomi digital, akan menjadi jelas bagaimana dampak pembesaran ekonomi ini terhadap lingkungan dan iklim.

Sebagaimana ekonomi ekstraktif lainnya, ekonomi digital juga ditandai dengan kisah ekstraksi, penghancuran ruang kehidupan, kondisi kerja yang buruk, polusi, degradasi lingkungan, pemindahan komunitas, rasisme dan penindasan.

Transformasi keuangan digital juga sangat jauh dari rakyat, terutama petani, nelayan, dan kelompok marginal lainnya. Keuangan digital hanya memudahkan 1 persen kelompok kaya yang menguasai 99 persen sumber daya rakyat lainnya. Artinya, transformasi keuangan digital kembali memperparah kesenjangan dan ketidaksetaraan.

Transisi Energi: Teknologi Semata Bukan Jawaban Atas Transisi Energi Berkeadilan

Saat ini “Transisi Energi” telah menjadi istilah yang dibajak penggunaannya oleh industri ekstraktif dan produsen bahan bakar fosil, serta negara-negara yang menjadi sekutu politisnya untuk mempertahankan kuasa ekonomi mereka dan menghindari tanggung jawabnya atas penurunan emisi gas rumah kaca dan menghentikan krisis iklim.

Transformasi ini membutuhkan berbagai teknologi berbahaya termasuk rekayasa genetika, nanoteknologi, dan biologi sintetis. Saat ini jutaan lahan hutan dan wilayah kelola rakyat telah dirampas dan ancaman terhadap perampasan lahan untuk proyek biomassa yang bahkan efektifitas dan dampaknya pada penurunan emisi gas rumah kaca belum terbukti. Menyandarkan harapan transisi energi hanya pada perubahan teknologi saja yang rakus lahan dan air, serta telah bertahun-tahun tidak mampu menjawabnya hanya akan mempercepat laju keruntuhan iklim total dengan konsekuensi bencana yang sangat besar bagi semua kehidupan di planet Bumi.

Atas pembahasan negara G20 ini, WALHI Jambi melakukan aksi dalam penyataan sikap terhadap KTT G20 dan COP 27 yang dinilai hanya memberikan solusi palsu dalam krisis iklim, tidak membahas kepentingan rakyat dan hanya membahas kepentingan investor yang akan berdampak kepada keselamatan rakyat dan lingkungan hidup di Indonesia, khususnya Provinsi Jambi yang menjadi salah satu Provinsi yang memiliki proyek strategis nasional. Disamping itu, rakyat Jambi perlu mengetahui apa saja yang menjadi pembahasan dalam KTT G20 yang selama berbulan-bulan dipromosikan oleh Pemerintah Indonesia.

Narahubung:

Abdullah (Direktur Eksekutif Daerah WALHI Jambi)-  0811-7454-744

Kamu Harus Baca Juga ini :

Sungai Batanghari Bukan Jalur Tambang

Siaran Pers Sungai Batanghari Bukan Jalur Tambang Jambi- Problematika industri pertambangan Batubara dan proses pengangkutannya masih menjadi permasalahan serius yang belum bisa diatasi oleh Pemerintah Provinsi Jambi. Pasca dilantiknya Gubernur...

Read More