Jambi, 15 Mei 2020, Terjadinya kekerasan berulang di Desa Lubuk Mandarsah, Kabuaten Tebo, Jambi, 90 organisasi masyarakat sipil Indonesia dan Internasional menyurati investor dan pembeli APP di Eropa dan Amerika Serikat. Surat ini meminta para investor dan buyers tersebut untuk menunda bisnis mereka dengan APP dan afiliasinya sampai perusahaan tersebut terbukti dan terverifikasi membuat perubahan secara radikal dan nyata di lapangan.
Rudiansyah, Direktur WALHI Jambi mengatakan “bahwa peristiwa peracunan dengan menggunakan herbisida pembunuh gulma tersebut, dilakukan oleh PT. Wira Karya Sakti (pemasok APP d Jambi) pada pagi hari Tanggal 4 Maret 2020 pada tanaman masyarakat berupa karet, sawit dan sayuran. Akibanya, lebih kurang 2 hektar tanaman karet dan sawit rusak dan tidak dapat dimanfaatkan masyarakat.”
Kejadian ini membuat warga marah dan respon keras masyarakat sipil, apalagi ini bukan kali pertama PT.WKS melakukan kekerasan kepada masyarakat Desa Lubuk Mandarsah. Pada tahun 2015 yang lalu, sekelompok sekuriti PT. WKS terlibat dalam pembunuhan pejuang tani, Indra Pelani.
Lubuk Mandarsah adalah 1 dari 107 Desa yang berdasarkan studi oleh Koalisi NGO pada tahun 2019 yang lalu, merupakan konflik aktif yang terjadi sejak tahun 2007. Sejak tahun 2013 sebenarnya sudah ada beberapa proses untuk penyelesaian antara masyarakat dan WKS/APP, namun sampai sekarang proses tersebut tidak berjalan dengan baik. PT WKS bahkan beberapa kali melakukan intimidasi kepada masyarakat, termasuk yang terakhir adalah tindakan WKS dan sekuritinya yang didampingi oleh TNI mendatangi satu persatu masyarakat dengan tujuan untuk pendataan masyarakat yang mengelola lahan. Tindakan tersebut bahkan dilakukan sambil mengeluarkan tembakan ke udara. Hal inilah yang kemudian menjadi pertanyaan dari 90 organisasi masyarakat sipil di Indonesia dan Internasional, bahwa klaim APP yang hingga Oktober 2019 telah menyelesaikan konflik hingga 49% diduga hanya klaim tanpa didasari bukti yang bisa diverifikasi di lapangan, dan hanya bertujuan untuk mengelabui pasar mereka.
Untuk itulah, “Kami ingin menegaskan agar para pihak yang selama ini, atau berencana untuk berbisnis dengan APP untuk menunda terlebih dahulu sampai perusahaan ini terbukti memenuhi janjinya sebagaimana mereka janjikan dalam Forest Conservation Policy 2013 untuk menghormati hak-hak masyarakat dan menyelesaikan konflik secara bertanggung jawab, tegas Rudi.” Kami juga mendesak kepada pemerintah untuk lebih aktif lagi untuk melakukan pengawasan dan terlibat langsung dalam fasilitasi konflik antara HTI dan masyarakat, agar kekerasan oleh perusahaan tidak kembali terulang di kemudian hari.
Narahubung
Rudiansyah, 0813 6669 9091
Baca surat lengkapnya :